Alih Fungsi Lahan Persawahan dan Implikasinya pada Kehidupan Petani di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar


Oleh : Gede Wirata
dibuat pada : 2017
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Budaya/Kajian Budaya

Kata Kunci :
alih fungsi lahan, persawahan, ideologi, implikasi, pragmatisme petani

Abstrak :
ABSTRAK Alih fungsi lahan pertanian khususnya persawahan untuk kepentingan non- pertanian seperti industri dan permukiman termasuk perkantoran dan sarana prasarana pariwisata yang terjadi terus-menerus mempunyai konsekuensi logis. Dalam hal ini budaya pertanian dengan sistem subak yang merupakan salah satu modal dasar pariwisata budaya Bali semakin terdegradasi, termasuk para petani yang belum siap bersaing di dunia modern dan industri yang sangat kompetitif. Di sisi lain pariwisata dengan leluasa mengeksploitasi lahan pertanian untuk kepentingannya. Penelitian yang dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan pendekatan dari berbagai aspek ini bermaksud mengkaji proses terjadinya alih fungsi lahan persawahan, ideologi yang ada di balik terjadinya alih fungsi lahan persawahan, dan implikasi terjadinya alih fungsi lahan persawahan pada kehidupan petani di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Sebagai alat analisis dalam rangka mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian ini digunakan dua teori, yaitu teori hegemoni dan teori praktik. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara, studi dokumen, dan internet. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut pertama, proses alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan terjadi melalui hegemoni, negoisasi dan oposisi. Alih fungsi lahan persawahan tersebut merupakan bentuk hegemoni pengusaha didukung oleh penguasa (pemerintah) yang dilakukan secara halus, canggih dan intelek melalui wacana pembangunan. Kuatnya hegemoni yang dilakukan menyebabkan petani mau bergeoisasi. Proses selanjutnya terjadi oposisi atau perlawanan, tetapi karena kurangnya modal yang dimiliki perlawanan yang dilakukan tidak begitu berdampak pada alih fungsi lahan. Kedua, ideologi yang bekerja di balik terjadinya alih fungsi lahan persawahan tersebut adalah ideologi ekonomi kapitalis, gaya hidup terutama fatalisme dan pragmatisme . Ketiga, implikasi alih fungsi lahan persawahan terhadap kehidupan petani meliputi implikasi terhadap infrastruktur, struktur sosial, dan suprastruktur. Implikasi dalam infrastruktur terlihat dari hilangnya unsur palemahan yaitu infrastruktur sistem irigasi yang dikelola organisasi subak. Implikasi pawongan yakni struktur sosial meliputi sistem nafkah petani, kelembagaan, jejaring sosial, moral ekonomi, dan sistem nafkah ganda rumah tangga petani. Implikasi suprastruktur yang meliputi ideologi, hukum, sistem pemerintahan, keluarga, dan agama dalam tri hita karana disebut parhyangan. Temuan penelitian ini menunjukkan alih fungsi lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Selatan tidak selamanya disebabkan oleh pemilik modal, namun juga dilakukan oleh petani sendiri. Kemudian temuan lainnya Pura Ulundanu tetap dilestarikan tetapi ada pergeseran yang awalnya di sungsung oleh krama subak sekarang di sungsung oleh desa pakraman.

File :
Cover , Lembar Pengesahan , Daftar Isi, Abstrak, BAB I , BAB II , BAB III , BAB IV , BAB V , Daftar Pustaka , Halaman belakang lainnya