Verba Derivatif Bahasa Indonesia: Kajian Tipologi Linguistik


Oleh : Dra. Lien Darlina, M.Hum.
dibuat pada : 2018
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Budaya/Ilmu Linguistik

Kata Kunci :
Kata kunci: verba derivatif, tipologi linguistik

Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji verba derivatif BI dengan memanfaatkan teori tipologi linguistik, yang terpusat pada tiga masalah utama, yaitu (1) pembentukan verba derivatif BI; (2) struktur konstituen dari verba derivatif transitif yang bersufiks –kan dan –i; (3) relasi gramatikal klausa verba derivatif transitif yang bersufiks-kan dan –i; dan (4) verba derivatif BI dalam perspektif tipologi, yaitu membandingkan antara temuan penelitian yang didapatkan dari analisis verba derivatif BI dengan verba derivatif bahasa Jepang (BJp). Teori utama yang dipakai untuk menganalisis verba derivatif BI adalah Teori Tipologi Linguistik yakni tujuan pokoknya untuk menjawab pertanyaan seperti apa bahasa X itu, juga dapat menjelaskan, yaitu (1) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan strukturnya, dan (2) ada perbedaan di antara bahasa-bahasa yang ada. (Mallinson dan Blake:1991; Dixon:2010; Comrie (1988) dan Artawa :1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa afiksasi merupakan salah satu proses dalam pembentukan kata turunan. Pembentukan verba derivatif BI (Studi kasus pada Novel Sang Pemimpi) didapatkan hasil bahwa verba derivatif dapat diderivasi dari nomina, adjektiva, prakategorial dan verba. Sementara itu afiks derivasional yang dapat menurunkan menjadi verba adalah: ber-, ber-an, ter-, meng-, -kan dan –i. Verba derivatif yang paling banyak adalah verba derivatif yang diderivasi dari prakategorial, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa prakategorial sangat produktif untuk membentuk verba derivatif BI. Dari bentuk dasar verba derivatif BI dihasilkan dua jenis bentuk verba derivatif BI, yakni verba derivatif yang diturunkan dari nomina, adjektiva dan prakategorial membentuk verba derivatif morfologi yaitu derivasi yang mengalami perubahan kelas kata (class changing derivation) yakni menghasilkan leksem yang berbeda kelasnya dengan bentuk dasarnya. Sementara verba derivatif yang diturunkan dari verba membentuk verba derivatif sintaksis yaitu derivasi yang mempertahankan kelas kata (class maintaining derivation), yaitu derivasi leksem baru yang sama kelasnya dengan bentuk dasarnya, walaupun tidak merubah kelas kata, tetapi merubah makna (merubah identitas leksikal) untuk merealisasikan fungsi tertentu. Sistem morfologi BI pada pembentukan verba derivatif boleh dikatakan bahwa penambahan prefiks di sebelah kiri pada bentuk dasar, terbentuk verba derivatif intransitif, sementara penambahan sufiks –kan dan –i di sebelah kanan pada bentuk dasar, terbentuk verba derivatif transitif. Struktur konstituen pada klausa berverba derivatif transitif bersufiks –kan dan-i dikelompokkan berdasarkan verba yang mengisi predikat klausa, karena verbalah yang menetapkan apakah argumen yang diperlukan satu, dua atau tiga. Berdasarkan hasil analisis struktur konstituen: pertama, Secara lintas bahasa struktur klausa dikelompokkan berdasarkan verba yang mengisi predikat klausa, karena verbalah yang menetapkan apakah argumen yang diperlukan satu, dua atau tiga. Berdasarkan hasil analisis ditemukan tujuh (7) tipe konstruksi klausa BI yaitu: yaitu, (1) S-V, (2) S-V-C, (3) S-V-A, (4) S-V-O, (5) S-V-O-O, (6) S-V-O-A, dan (7) S-V-O-C. Kedua, analisis struktur konstituen verba derivatif transitif bersufiks -kan dan –i BI menghasilkan tiga tipe pola konstituen untuk verba yang berargumen dua dan enam tipe pola konstituen untuk yang berargumen tiga. Analisis terhadap relasi gramatikal verba derivatif transitif bersufiks -kan dan -i yaitu mengidentifikasi relasi atas dasar properti gramatikal. Hasil analisis relasi gramatikal klausa berpredikat verba derivatif besufiks –kan dan -i BI menunjukkan, yaitu (1) Relasi subjek, hasil analisis relasi gramatikal, subjek dari data klausa berpredikat verba derivatif transitif bersufiks –kan dan –i, memenuhi kriteria yakni ada yang sebagai partisipan yang melakukan sesuatu, partisipan yang berada dalam keadaan tertentu dan mengalami sesuatu. Relasi subjek diisi oleh manusia dan non-manusia dan untuk relasi subjek yang diisi non-manusia mempunyai makna metaphora, (2) Relasi objek, hasil analisis menunjukkan bahwa objek adalah argumen yang dikenai tindakan yang dinyatakan oleh verba transitif dan merupakan partisipan yang mengikuti langsung setelah verba (berada dalam lingkungan terdekat verba). Ditemukan juga data klausa dengan dua objek yakni dua argumen inti yang hadir setelah verba. Berdasarkan sifat-perilaku objek relasi gramatikal objek yang satu menganggung relasi objek primer dan objek yang satunya menanggung relasi objek sekunder, (3) Relasi Oblik, hasil analisis relasi gramatikal klausa berpredikat verba derivatif transitif baik bersufiks –kan maupun –i, ditemukan relasi oblik (OBL) menyandang sebagai: oblik resipien, olbik instrumen, oblik benefaktif, oblik lokasi, (4) Relasi Adjung, hasil analisis relasi gramatikal data klausa berpredikat verba derivatif transitif baik bersufiks –kan maupun –i, ditemukan dua jenis relasi adjung, yaitu (a) Frasa Adjung berfungsi sebagai modifier terhadap inti frasa, dan (b) Klausa Adjung merupakan modifier terhadap klausa matrik atau utama, untuk menambahkan informasi tambahan terhadap makna frasa atau klausa matriks. Hasil analisis didapatkan relasi klausa adjung menyandang: adjung waktu, adjung lokatif/tempat, adjung cara, adjung tujuan dan adjung perbandingan, dan (5) Hasil analisis diatesis, didapatkan bahwa diatesis aktif pada klausa berpredikat verba derivatif transitif bersufiks –kan dan -i memenuhi kriteria yakni tindakan terjadi di bawah kontrol subjek, aktor atau pelaku yang berperan melakukan suatu tindakan yang terdapat dalam verba sebagai pengisi predikat dan bentuk gramatikal dari sebuah verba, dan/atau klausa, subjek gramatikalnya merupakan pelaku. Sedangkan pada diatesis pasif menunjukkan bahwa subjek adalah tujuan dari perbuatan yaitu sebagai pasien atau penerima dari tindakan yang dinyatakan oleh verba. Pada jenis diatesis medial didapatkan dua jenis diatesis yaitu diatesis refleksif dan diatesis resiprokal. Data yang menunjukan diatesis refleksif ditandai afiks: ter-, ber- contoh: terjerembap, tergelak. bertepuk tangan dan lainnya. Sedangkan yang menunjukkan diatesis resiprokal ditandai dengan afiks: ber-, kata saling contoh: saling berpandangan, bertengkar dan lainnya. Analisis kajian tipologi yang melibatkan BJp sebagai pembanding didapatkan beberapa temuan, yakni: pertama, proses pembentukan verba derivatif BI dan BJp mempunyai beberapa kemiripan, yaitu (1) Verba derivatif BI dan BJp sama-sama dapat diderivasi dari adjektiva, nomina dan verba, (2) Verba derivatif BI dan BJp sama-sama menghasilkan dua jenis verba derivatif, yaitu (a) verba derivatif yang mengalami perubahan kelas kata dan (b) verba derivatif yang tidak mengalami perubahan kelas kata. Verba derivatif yang mengalami perubahan kelas kata, sama-sama diderivasi dari kategori adjektiva dan nomina, ini dinamakan verba derivatif morfologi. Sementara verba derivatif yang tidak mengalami perubahan kelas kata, sama-sama diderivasi dari kategori verba, ini dinamakan verba derivatif sintaksis, (3) Afiks derivasional pembentuk verba derivatif BI dan BJp sama-sama dapat membentuk verba derivatif intransitif dan verba derivatif transitif. Afiks derivasional pembentuk verba derivatif intransitif BI adalah : ber-, ter-, dan meng-. Sementara afiks derivasional pembentuk verba derivatif intransitif BJp adalah sufiks - まる-maru, - がる-garu dan -する-suru. Afiks derivatif pembentuk verba derivatif transitif BI adalah -kan, -i dan meng-. Sedangkan Sedangkan afiks derivasional pembentuk verba derivatif transitif BJp adalah sufiks -め る -meru, -む –mu dan -する-suru, (4) Afiks derivasional baik BI maupun BJp dapat membentuk verba derivatif intransitif dan transitif yakni afiks derivasional meng- dalam BI dan sufiks -する-suru dalam BJp. Kedua, dari pemaparan perbandingan konstruksi klausa BJp dan BI yang berverba derivatif transitif bersufiks –kan dan –i, dapat disimpulkan, yaitu (1) Terdapat persamaan perubahan relasi sintaksis dari konstruksi klausa non-kausatif menjadi kontruksi kausatif antara BI dan BJp yakni, pertama sama-sama muncul agen baru pada klausa kausatif yang menduduki posisi subjek yang sebelumnya pada klausa non-kausatif tidak ada. Kedua, subjek pada klausa non-kausatif berubah posisi menduduki posisi objek langsung pada klausa kausatif, (2) Pada verba dasar kausatif transitif BJp, posisi subjek pada klausa non-kausatif berubah menjadi menduduki posisi objek tak langsung pada klausa kausatif, karena posisi objek langsung masih diisi oleh objek yang sama pada kalimat non-kausatifnya, (3) Afiks derivasional -させる–saseru BJp hanya dapat menimbulkan makna kausatif. Sedangkan Dalam BI sufiks –kan dan –i selain menimbulkan makna kausatif, dapat menimbulkan makna benefaktif untuk sufiks –kan dan makna lokatif untuk sufiks –i, (4) Klausa benefaktif BJp dapat ditandai dengan verba TE giving ’memberi’ yaru, ageru, sashiageru, (5) Makna lokatif dalam BJp menggunakan verba yang ditandai dengan oblik lokatif.

File :
Cover , Lembar Pengesahan , Daftar Isi, Abstrak, BAB I , BAB II , BAB III , BAB IV , BAB V , Daftar Pustaka , Halaman belakang lainnya