Kebijakan Formulasi Pidana Pengawasan Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum


Oleh : Ni Nyoman Juwita Arsawati, SH.
dibuat pada : 2016
Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Ilmu Hukum

Kata Kunci :
kebijakan formulasi, pidana pengawasan, anak

Abstrak :
Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, berpotensi sebagai generasi penerus untuk melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia, sehingga berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Untuk itu anak dipandang perlu diberikan perlindungan secara jasmani dan rohani, karena setiap anak yang berkonflik dengan hukum, senantisa dijatuhi dengan pidana penjara, walaupun pidana penjara sudah tidak mendapatkan kepercayaan di masyarakat, sehingga menimbulkan persoalan baik secara filosofis, yuridis, teoritis dan sosiologis. Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apa dasar pemikiran pembentuk Undang-Undang mencantukan pidana pengawasan di dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak? Bagaimana pengaturan pidana pengawasan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dari perspektif ius constitutum? Bagaimana sebaiknya formulasi sistem pidana pengawasan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dari perspektif ius constituendum? Penelitian terhadap ketiga permasalahan tersebut termasuk penelitian normatif, dengan menggunakan teori Utility/Kemanfaatan, Teori Individualisasi Pidana, Teori Keadilan, Teori Pengawasan, dan Teori Psikhologi Anak. Hasil penelitian dapat dirumuskan, anak secara filosofisnya harus diberikan prioritas yang terbaik, karena anak sebelum kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani memerlukan perawatan khusus, termasuk perlindungan hukum yang memadai melalui pencegahan perampasan kemerdekaan. Pidana pengawasan merupakan upaya memberikan perlindungan dan melakukan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, dan sudah diatur di dalam Pasal 71 dan Pasal 77 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, namun belum dapat dijatuhkan. Di beberapa negara telah mengatur norma tentang pidana pengawasan terhadap anak diantaranya adalah Portugal, Malaysia, Jepang dan Polandia, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan yuridis. Nampaknya rumusan dalam Pasal 77 belum jelas dirumuskan tempat dilaksanakannya pengawasan oleh Penuntut Umum. Atas dasar itu, dapat diformulasikan rumusan norma (ayat) baru dengan menambahkan 1 (satu) ayat dalam Pasal 77 yaitu pengawasan dapat dilakukan pada tempat yang disebut “rumah pembinaan” yang ditunjuk dan ditetapkan atas kerjasama Menteri Pendidikan Dasar dan Menegah dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang pelaksanaannya dibawah kendali Departemen Kehakiman. Dengan demikian melalui pidana pengawasan terhadap anak dari perspektif Ius Constituendum dapat mencapai social welfare dan social defence, Rekomendasi dari penelitian ini, hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak agar lebih memperhatikan karakteristik pidana pengawasan, dibandingkan menjatuhkan pidana penjara. Pada tataran substansi hukum, pemerintah sebaiknya membentuk pengadilan khusus anak dengan mengeluarkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perumusan norma (ayat) baru dalam Pasal 77 tentang rumah pembinaan anak agar segera dirumuskan menjadi norma (ayat) baru dalam Pasal 77 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

File :
Cover , Lembar Pengesahan , Daftar Isi, Abstrak, BAB I , BAB II , BAB III , BAB IV , BAB V , Daftar Pustaka , Halaman belakang lainnya