Pluralisme Konstitusional Dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat: Studi Intrepretasi Atas Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Daerah P


Oleh : Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., M.Hum
dibuat pada : 2016
Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Sarjana Ilmu Hukum

Kata Kunci :
Pluralisme Konstitusional, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Putusan Mahkamah Agung

Abstrak :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 65 P/HUM/2013 perihal Perkara Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 (selanjutnya disebut PUMA 65 P/HUM/2013) menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon. Ada perbedaan pemahaman tentang kearifan lokal antara Para Pemohon dengan Majelis Hakim. Di satu pihak, Para Pemohon memahami kearifan lokal sebagai hukum adat yang biasa disebut awig-awig yang hidup dan diakui oleh masyarakat sekitar pura, yang telah mengatur kawasan kesucian pura yang harus dijaga dan dilindungi. Di lain pihak, Majelis Hakim memahami kearifan lokal sebagai karakteristik daerah dapat dimuat dalam Peraturan Daerah in casu mengatur tentang kawasan tempat suci, yang merupakan penghormatan terhadap kearifan lokal. Dalam ketentuan Pasal 18 B ayat (2) juncto Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menganut pluralisme konstitusional yakni sebuah paham tentang konstitusi yang mengakui kemajemukan komunitas budaya beserta hak-haknya sehingga persoalan tersebut menarik untuk di kaji secara mendalam bagaimana keberkaitan antara Putusan Mahkamah Agung tersebut dengan prinsip dan kaidah pluralisme konstitusional, baik menyangkut koherensi maupun implementasinya.