MULTIKULTURALISME DESA DI BALI DALAM KONTROL NEGARA (Implementasi Dana Desa bagi Pengembangan Kegiatan Lintas Budaya di Badung dan Buleleng)


Oleh : Dr. Piers Andreas Noak, SH.,M.Si.
dibuat pada : 2019
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Sarjana Ilmu Politik

Kata Kunci :
Kontrol, Negara, Multikultarisme, Anggaran Dana Desa

Abstrak :
Penelitian ini mengkaji implementasi dana desa terkait pengembangan kegiatan lintas budaya di dua desa Badung dan Buleleng. Negara yang terepresentasikan melalui regulasi Desa mengamanatkan desa mendapatkan pendanaan bagi infratsruktur serta kegiatan penunjang revolusi mental. Menurut teori kedaulatan, regulasi yang dituangkan melalui pemberian dana desa adalah manifestasi kontrol negara atas keberlangsungan berjalannya harmoni multikulturalisme dalam konsepsi NKRI. Keterkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini hendak menelisik pola perencanaan pemanfaatan dana desa bagi pengembangan kegiatan lintas budaya. Apakah polanya instruktif sebagai penerjamahan tugas dekonsentrasi yang sloganistik atau pelembagaan partisipatif yang benar-benar berangkat dari kebutuhan pengembangan persoalan kelintasbudayaan di wilayah desa. Penelitian ini memiliki dua urgensi. Pertama, Bali adalah benteng pemertahanan budaya strategis baik nasional maupun global, tidak hanya budaya Bali, melainkan lintas budaya. Mengacu Pickard (1990), Bali adalah museum pemeliharaan budaya yang ideal. Guna menjaga harmoni ini, perlu riset yang mencermati kultur partisipatif warga mengembangkan kegiatan lintas budaya di Bali, terutama lapis terbawah yaitu desa. Termasuk pula upayanya dalam mengadvokasi, mengimplementasikan, hingga monitoring evaluasi kegiatannya dalam siklus penganggaran dana desa. Kedua, mengetahui karakter Negara (baca : Pemerintah Pusat, Daerah maupun Desa) dalam menerjemahkan persoalan lintas budaya. Karakter ini ditelisik dari pola pemerintah desa mengimplementasikan pemanfaatan dana desa bagi pengembangan kegiatan lintas budaya. Locus penelitian adalah dua desa di Buleleng dan Badung yang dipilih karena penduduknya heterogen namun harmonis dalam sistem nilai budaya Bali. Saat terdapat pemanfaatan dana desa yang menyangkut esensi kepublikan, apakah terdapat demokrasi deliberatif dengan pelibatan para pemangku kepentingan; atau sekedar menerjemahkan kepentingan parsial elit lokal setempat. Studi terdahulu seperti Tamatea (2006), Parker (2017), dan Gottowick (2010) lebih banyak membahas multikulturalisme sebagai kodrat yang dideskripsikan sebagai kearifan lokal dan diposisikan seolah serba bisa menjawab persoalan keseharian warga. Studi lainnya seperti Kwon (2018) dan Selenica (2018) melihat multikulturalisme dalam perspektif konflik antar budaya. Studi ini mengambil posisi berbeda dengan lebih mengkritisi bagaimana negara mengkonstruksi kontrol atas harmoni multikulturalisme yang berjalan di level akar rumput yaitu desa. Konstruksi kontrol dilihat dari pola pengelolaan dana desa bagi pengembangan kegiatan lintas budaya. Paradigma riset ini adalah non positifis dengan strategi riset studi kasus. Metode koleksi data memanfaatkan etnografi yaitu menekankan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisa menggunakan critical discourse analisis yaitu menganalisa kerangka besar struktur politik dalam menjelaskan alasan dibalik keputusan atau peristiwa. Perspektif yang digunakan interpretatif dengan teori wacana Laclau dan Mouffe. Tujuan riset menghasilkan luaran rekayasa sosial pemetaan pola pelembagaan pengambilan keputusan pemanfaatan dana desa bagi pengembangan kegiatan lintas budaya di Bali.