Optimasi Desain Sistem Tata Udara dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Ruang Klinik Kesehatan
Oleh : Dr. Ir. Made Suarda, M.Eng.
dibuat pada : 2021
Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik/Sarjana Teknik Mesin
Kata Kunci :
Tata udara, Pencegahan Covid-19, Sirkulasi udara, Tekanan, Temperatur
Abstrak : Menurut Permenkes 28 tahun 2011 pasal 1(1) bahwa Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialis diselenggarakan lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Klinik atau rumah sakit adalah bangunan yang penuh dengan sumber penyakit dan sumber infeksi. Oleh karena itu harus diperhatikan dan dikendalikan kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi terutama melalui udara (airborne infection). Hal pertama yang harus diperhatikan adalah pengaplikasian sistem tata udara pada bangunan klinik atau rumah sakit harus benar. Oleh sebab itu diperlukan prasarana instalasi tata udara dalam pengaturan temperatur, kelembaban udara relatif, kebersihan cara filtrasi dan udara ventilasinya, tekanan ruangan yang positif dan negatif, perbedaan tekanan antar ruang fungsi tertentu dengan ruang disebelahnya, dan distribusi udara didalam ruangan untuk meminimalkan sumber penyakit agar tidak menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Namun, pada bangunan atau ruangan Klinik-Klinik Kesehatan yang telah ada baru hanya terbatas dilengkapi dengan AC (Air Condition) yang berfungsi untuk mengatur temperatur ruangan, dimana udara yang ada di dalam ruangan tersebut terus-menerus disirkulasikan tanpa adanya udara yang masuk dan keluar ruangan. Sehingga, jika ada polutan seperti debu, bakteri atau virus maka polutan tersebut akan terus menerus bersirkulasi di dalam ruangan tersebut. Tentunya kondisi tersebut sangat membahayakan pasien dan/atau tenaga medis yang ada dalam ruangan tersebut terhadap kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit, seperti virus corona dan sebagainya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 24 tahun 2016 pasal 30 menyatakan bahwa instalasi tata udara pada bangunan rumah sakit (termasuk klinik) terdiri dari instalasi ventilasi (fan/blower) dan sistem pengkondisian udara (AC). Selanjutnya pada bagian lampirannya dijelaskan bahwa ruangan Klinik harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran udara 6 kali per jam. Sedangkan menurut pedoman WHO bahwa pertukaran udara per jam (ACH) adalah 12, tekanan udara negatif terpantau sehubungan dengan lingkungan sekitar, dan udara sirkulasi dilengkapi penyaring udara partikulat efisiensi tinggi (HEVA). Seperti di masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, sangat dibutuhkan pencegahan dan pengendalian penyebaran penyakit tersebut. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilakukan kajian disribusi tekanan dan temperatur pada sistem tata udara pada ruangan Klinik kesehatan yang tanpa dan dilengkapi fan/blower untuk mengeluarkan udara ruangan klinik dan untuk memasukan udara luar (baru) yang melewati filter udara. Distribusi tekanan dan temperatur ruang Klinik diinvestigasi menggunakan National Instruments cDAQ NI-6205 dan NI-USB 6210. Mengingat dengan dilengkapinya sistem pengeluaran dan pemasukan udara maka akan menambah beban pendinginan AC yang ada. Oleh sebab itu, akan dilaksanakan optimasi pemanfaatan energi sistem tata udara tersebut berdasarkan hasil pengukuran data akuisisi dan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic) yaitu Ansys-Fluent, untuk mendapatkan desain sistem tata udara ruang Klinik yang memenuhi persyaratan kesehatan baik Kemenkes maupun WHO. Kualitas udara di dalam klinik diinvestigasi menggunakan Carbon Dioxide Tester-09999. Studi kasus ini akan dilaksanakan di klinik “Bayu Suta Medical Service” yang berlokasi di desa Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung – Bali. Desain sistem tata udara yang optimal diharapkan dapat memaksimalkan usaha pencegahan penularan penyakit termasuk Covid-19 dengan mengurangi penyebaran agen infeksius, dan meminimalkan energi operasional yang dibutuhkan.