Pengaturan dan Praktik Pengiriman Barang Internasional dengan Transportasi Multimodal (Studi Kasus di Daerah Kota Denpasar)


Oleh : Dr. Made Suksma Prijandhini Devi Salain, SH,MH., LLM
dibuat pada : 2021
Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Magister Kenotariatan

Kata Kunci :
Pengaturan; Praktik; Pengiriman Barang Internasional; Transportasi Multimodal; Perusahaan Cargo

Abstrak :
Peningkatan perdagangan internasional tentunya diikuti dengan meningkatnya penggunaan jasa pengiriman barang. Adapun berbagai jenis moda transportasi pengiriman, yaitu: darat, laut, udara dan multimodal. Masalah sering muncul ketika barang hilang, tertukar ataupun rusak terlebih menggunakan transportasi/angkutan multimodal dan bersifat lintas batas Negara. Di bagian (stage) mana barang hilang atau rusak (darat/laut/udara), pihak yang bertanggung jawab; apakah pihak penjual, ekspedisi atau kurir. Permasalahan akan menjadi semakin rumit ketika pengiriman barang melibatkan pihak ketiga. Di dalam kontrak pengiriman barang yang melibatkan pihak ketiga sebagai kurir sub-contracted dapat menggunakan “Himalaya Clause” untuk membatasi tanggung jawabnya jika terjadi kerusakan/kehilangan barang yang dikirimkan. Seperti yang terjadi pada Kirby Case, dimana Kirby sebagai pemilik cargo menyewa International Cargo Control (ICC) untuk mengirimkan barang (mesin) dari Australia ke Huntsville. Pengiriman ini melibatkan pihak ketiga dan kontraknya menggunakan Himalaya Clause. Pada saat pengiriman barang dengan kereta api terjadi kerusakan barang dan pihak ketiga tidak mau bertanggungjawab. Dari sisi hukum internasional belum ada instrumen hukum internasional yang mengatur secara khusus pengiriman barang dengan angkutan multimodal. Keadaan ini tentunya menjadi salah satu hambatan dalam pengiriman barang antar Negara. Indonesia sebagai salah satu Negara yang aktif mengirim dan menerima barang dari luar negeri ternyata tidak meratifikasi instrumen hukum internasional yang mengatur pengiriman barang dengan moda transportasi darat (Convention on the Contract for the International Carriage of Goods by Road) dan laut (Hague Visby Rules). Hal tersebut semakin sulit ketika terjadi kerusakan barang pada pengiriman barang internasional terlebih jika menggunakan angkutan multimodal karena belum ada instrumen hukum internasional yang mengatur tentang itu. Berdasarkan uraian di atas,timbul permasalahan mengenai pengaturan pengiriman barang internasional dengan angkutan multimodal di Indonesia dan praktik yang dilakukan oleh perusahaan jasa cargo. Analisis hukum terhadap instrumen hukum internasional dan nasional urgen dilakukan untuk mengetahui pengaturan tentang pengiriman barang internasional menggunakan angkutan multimodal. Kajian hukum ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui ketersediaan (availability) peraturannya, kontrak yang dibuat oleh para pihak terlibat dalam pengiriman barang termasuk solusi yang dipilih ketika terjadi kerusakan barang pada pengiriman barang dengan angkutan multimodal. Hal ini terkait dengan tanggung jawab Negara dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan perdagangan internasional.